
HMPS
PGMI (Himpunan Mahasiswa Program Studi) menggelar bedah buku “Pendidikan
Sensitif Gender: Internalisasi Karakter Sensitif Gender dalam Kurikulum
Pendidikan” karya Inayatul Ulya MSI,
Senin (23/4/2018). Acara diikuti oleh mahasiswa, dosen serta peserta
dari luar yang mempunyai minat pada isu-isu kesetaraan gender.
Pada
kesempatan itu, penulis buku yang akrab disapa Ibu Ina itu menyampaikan
bahwa kesetaraan gender dalam bidang pendidikan adalah sesuatu yang harus
diperjuangkan karena pendidikan
adalah hak setiap orang. Laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk menikmati layanan pendidikan. Rendahnya pendidikan
perempuan dapat berakibat pada terjadinya kekerasan terhadap perempuan,
mulai dari kekerasan fisik, psikis maupun kekerasan seksual yang dilakukan oleh
laki-laki kepada perempuan.
Berbagai ketidakadilan gender yang muncul di berbagai
sektor dalam bentuk marginalisasi, subordinasi, stereotip, double burden serta
kekerasan terhadap perempuan mengundang komitmen berbagai pihak untuk mengubah
relasi gender yang lebih adil dan setara.
Diantara jalur untuk mencapai kesetaraan gender
adalah jalur pendidikan karena dipandang sebagai sarana paling strategis
dalam mentransformasikan nilai budaya yang berkembang di masyarakat.
Diantara cara yang dapat ditempuh adalah upaya mewujudkan kesempatan pendidikan
yang lebih luas pada semua jalur jenis dan jenjang pendidikan dengan
memperhatikan kesetaraan gender, memacu peningkatan kualitas pendidikan melalui
pemberdayaan potensi perempuan secara optimal, baik dalam posisinya sebagai
pengembang kurikulum, pengelola pendidikan,pelaksana pendidikan maupun sebagai
peserta didik.
Selain itu Pendidikan juga harus mampu membentuk karakter
peserta didiknya untuk sensitif gender karena bagaimanapun pendidikan dapat
menjadi media yang strategis untuk menanamkan nilai-nilai kesetaraan gender.
Sebagai pembanding dalam bedah buku, hadir aktivis gender kepesantrenan Dr Jamal Makmur Asmani yang melihat kesetaraan gender dengan pendekatan agama. Dr Jamal menyampaikan bahwa meskipun Islam lahir di Arab yang kental dengan budaya patriarki, Nabi memposisikan diri sebagai pejuang kesetaraan dan keadilan gender, khususnya bagi perempuan. Ajaran yang dibawa Nabi melarang mengubur bayi perempuan, memberikan hak waris, mewajibkan mahar dan minta ijin pada wali ketika ingin menikahi perempuan, tidak mengucilkan perempuan ketika sedang haid, dan memberikan kesempatan menuntut ilmu yang sama baik laki-laki maupun perempuan.
Dengan adanya bedah buku ini diharapkan dapat menjadi motivasi dan mental masyarakat yang sensitif gender sehingga pada akhirnya menuju pada keadilan dan kesetaraan gender.
0 Comments