Dalam kurun waktu satu bulan terakhir, masyarakat
dihebohkan dengan kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak, baik sebagai
korban maupun pelaku kekerasan. Realitas ini dapat dilihat dari kasus siswi
bernama Yuyun. Siswi yang masih duduk di kelas VIII di Kecamatan Padang Ulak Tanding
Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu diperkosa oleh 14 laki-laki hingga akhirnya
meninggal dunia.
Ironisnya, 7 dari 14 pelaku masih di bawah umur 18
tahun (masuk kategori anak-anak). Terungkapnya kasus Yuyun ternyata diikuti
oleh beberapa kasus serupa bahkan lebih sadis lagi, contoh terbaru yakni
Amelia, Gadis Pemalang yang tewas di
tangan 12 pemuda.
Merebaknya kasus kekerasan seksual di tengah
masyarakat ini mendapat perhatian serius oleh berbagai pihak khususnya para
mahasiswa program studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Institut
Pesantren Mathaliul Falah (IPMAFA). Sehingga dalam acara Dialektika; Forum
Kajian Pendidikan Dasar Islam kemarin (23/5), isu kekerasan seksual menjadi
topik pilihan dalam diskusi. Forum Dialektika dwi mingguan rutin diadakan oleh Prodi
PGMI IPMAFA yang kemarin bertempat di lantai 2 kampus Ipmafa..
Pada forum ini, salah satu dosen Prodi PGMI, Latifah
Nuraini didaulat menjadi narasumber untuk mengelaborasi fenomena sosial yang
ada di tengah masyarakat tersebut. Sebuah pertanyaan mengawali dialektika, “Siapa
yang paling bertanggung jawab terhadap kasus kekerasan seksual terhadap anak?”,
tanya Latifah kepada para peserta. Beragam jawaban keluar dari pikiran para
peserta hingga mengerucut pada tiga lingkungan utama yang paling bertanggung
jawab, yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat. Maka dibutuhkan kerjasama
antara keluarga, sekolah, dan masyarakat agar kasus kekerasan seksual tidak
terulang kembali.
Wanita alumni UIN Sunan Kalijaga ini menjelaskan
bahwa penyebab kekerasan seksual antara lain kurangnya perhatian orang tua,
pergaulan yang salah, pengaruh teknologi (konten porno), dan pendidikan seks
yang tidak tepat.
Dorongan seksual merupakan faktor alamiah yang
dimiliki setiap manusia, anak-anak dengan rasa ingin tahunya yang besar akan
berusaha memuaskan rasa ingin tahu mereka tentang seks dari berbagai sumber.
Maka dibutuhkan langkah preventif supaya anak-anak tidak mencari tahu dan
menyalurkannya pada jalan yang salah.
Di sinilah pentingnya
pendidikan seks diberikan kepada anak-anak agar menjadi bekal bagi mereka untuk
masa depan. “Pendidikan seks adalah upaya transfer pengetahuan dan nilai
tentang fisik-genetik dan fungsinya khususnya yang terkait dengan sex (jenis) laki-laki dan perempuan”, jelas
Latifah.
Sayangnya, pendidikan seks bagi anak masih dianggap
hal yang tabu oleh sebagian besar masyarakat sehingga pengetahuan dan pemahaman
anak-anak tentang seks sangat minim. Membicarakan perbedaan perempuan dan
laki-laki terutama bagian organ tubuh seperti penis, vagina, anus, atau
payudara dianggap “saru” dan belum waktunya. Masih menurut Latifah, pengetahuan
dan pemahaman anak terkait organ fisik dan fungsinya yang membedakan laki-laki
dan perempuan sangat penting. “Bagian vital tersebut tidak boleh disentuh oleh
orang lain kecuali orang tua karena itu bagian yang sangat pribadi. Pemahaman
ini penting ketika ada orang lain yang menyentuh organ tersebut anak akan
memberontak”, lanjutnya.
Tanpa pendidikan seks, anak tidak tahu harus
bertindak apa dan bagaimana ketika ada orang yang melakukan pelecehan seksual,
seperti colekan, sentuhan, hingga pemerkosaan. Akibat dari pelecehan seksual
yang dialami anak-anak diantaranya depresi, rendah diri, disorientasi, hingga
bunuh diri.
Tingginya
angka kekerasan seksual terhadap anak salah satunya karena kurangnya
pengetahuan dan pemahaman mereka terkait seks. “Di sinilah pentingnya
pendidikan seks diberikan kepada anak untuk menanamkan pengetahuan seks agar
anak memahami masalah gender, bahaya seks bebas, macam-macam pelecehan seksual,
serta dapat memilih pergaulan yang baik” ungkapnya.
Pendidikan seks di sekolah perlu dilengkapi pula dengan
pendidikan dari keluarga. Parenting –termasuk pendidikan seks dari orang tua-
untuk Madrasah Ibtidaiyah juga perlu agar anak tidak hanya mendapat pendidikan
seks dari sekolah tapi juga dari keluarga yang notabene adalah lingkungan
terdekat dari anak.
*********
0 Comments